judulnya bikin ngeri yee? hehe
enggak kok, tenang saja.
justru tulisan ini mungkin akan membukakan mata
mata siapa?
bisa saya, anda, kamu, kita, kalian
semua orang yang dengan mudahnya terjebak dalam blog aneh saya ini hehe
oke!
sebenernya ini sih bukan tulisan penting
ini cuman buah pemikiran saya selama saya ada di metro mini 640
yang dengan jelas terpampang dikacanya tulisan Ps.Minggu-Tn.Abang
yang tidak lain selalu mengantarkan saya pulang pergi ke tempat kerja di semanggi
buat abang kernet yang mengilhami sayaa, makasih ya bang!
u're a great man :)
tulisan ini diilhami dari adegan sang kernet yang menolong seorang nenek yang sangat tua untuk naik kedalam metro mini yang kemudian menimbulkan sedikit, saya garis bawahi, SEDIKIT kemacetan namun kemacetan ini berubah chaos *menurut saya* sebab ternyata banyak orang bermobil yang tidak sabar menunggu sang kernet selesai membantu nenek tersebut. alhasil, klakson membahana dijalanan kalibata
sebenernya yang mau saya tulis tuh simpel aja
"kenapa yaa, kebaikan yang berkaitan dengan diri kita sendiri sering kali malah menjadi tidak baik buat orang lain? trus sejauh mana dong kita harus mengikuti "kebaikan" menurut orang lain, padahal kita tau klo itu ga baik buat kita"
yak!
sederhana pertanyaanya tapi sangat egois kedengarannya
yaa keegoisan saya bermain disini
pikiran egois saya dengan latar belakang logika manusia biasa sedang mempertanyakan hal yang dilihat mata atas fakta sosial yang terjadi dijalana ibukota pada hati yang selalu (inginnya) menggunakan kelembutan dan kebaikan
seperti tulisan dualisme yang pernah saya tulis dulu
okee back to topic!
kalau kita tau apa yang menurut mereka bagus itu ga bagus buat kita
kenapa juga kita harus memaksakan hati nurani buat sekedar terlihat "baik" dimata mereka
mungkin awalnya bisa saja mengikuti arus, lama-lama makan hati juga bukan?
lagipula apa untungnya kita terlihat "baik" dimata mereka?
sejauh mana mereka memberikan kontribusi dalam hidup kita, sampai cap "baik" mereka bisa sebegitu mempengaruhi kita?
apa mereka yang memberikan kita ketika dengan sibuknya kita mencari makna dari setiap kebaikan yang ada?
apakah masyarakat harus selalu mempengaruhi individu?
mengapa individu menjadi partikel paling lemah dalam rantai kimia kehidupan?
mengapa individua tidak memiliki ruang untuk menjadi dirinya sendiri?
apakah menjadi baik dan menjadi jahat adalah pilihan yang akan selalu menghantui manusia?
apakah pilihan itu ditentukan oleh faktor X lainnya?
aaah, naif.. naif sekali.. filosofis mungkin
tidak! bukan naif *emang band*
bukan juga filosofis *ga mampu nyaingin Filosofi Kopi*
ini hanya pertanyaan dari pikiran saya yang selalu hanya dijawab dengan senyuman oleh hati kecil saya
hanya senyuman..
mungkin dengan senyum, hati mencoba mengatakan pada pikiran
"menjadi baik bukanlah masalah masyarakat yang memberikan cap bahwa kamu baik atau tidak,
mejadi baik adalah ketika kamu melakukan sesuatu, mengucap kata dan berpikir secara logis tanpa menimbulkan efek samping yang berarti bagimu dan orang banyak,
menjadi baik bukanlah bagaimana orang memandangmu dan berkata "dia orangnya baik banget deeh!", menjadi baik adalah ketika hatimu sependapat dengan pemikiranmu dalam menjalani hidup
menjadi baik adalah relatifitas yang tak terelakan..sepaket dengan menjadi jahat
namun kita masih diberikan hati kecil untuk memilih dan merasakan
kemanakah kaki kita lebih berat menjatuhkan beban
menjadi baik bagi orang banyak padahal kita dengan jelas merasakan itu adalah langkah awal membiasakan diri menjadi jahat atau menjadi baik bagi diri kita walau mereka mengatakan kita jahat?
kamu diciptakan untuk melakukan kesalahan agar kamu tak bosan belajar menjadi benar, bukankah manusia menyukai tantangan?
kamu diciptakan dengan nafsu yang mengontrol "si jahat" agar kamu bisa berkenalan dengan "si baik", sebuah perkenalan akan selalu terasa indah bukan?
kamu diciptakan demikian agar kamu berbeda dengan penciptamu, Dia adalah satu-satunya yang Maha Sempurna bukan?"
haaah, saya jelas bukan orang baik dimata kalian
bukan sosok sempurna penuh kebaikan
tidak, saya sangat jauh dari kata baik apalagi sempurna
saya hanya bagai debu kecil diantara luasnya kebaikan yang bisa atau ada disekitar saya
namun saya sudah memilih untuk melakukan apa yang baik menurut saya
karena saya pernah melakukan kesalahan besar
karena saya sudah berteman dengan "si jahat" sehingga saya bisa berkenalan dengan "si baik"
yaa, saya jelas bukan orang baik
bukan sosok sempurna
bukan tanpa cela
saya hanya manusia biasa yang memilih menjadi baik
seperti sang kernet yang memilih menolong sang nenek walaupun jalanan dipenuhi klakson memekakan telinga
saya memilih menjadi baik menurut saya
ituah relatifitas kebaikan menurut saya
hanya menurut saya (mungkin)..